BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Single
parent adalah seorang yang tidak menikah atau berpisah yang telah memutuskan
sebagai orang tua tunggal dalam rumah tangga. Keluarga merupakan kelembagaan
(institusi) primer yang sangat penting dalam kehidupan manusia, baik sebagai
individu maupun masyarakat. Setiap individu berangkat dari sistem sosial
keluarga, sebelum ia memasuki sistem sosial keluarga, sebelum ia memasuki
sistem sosial yang lebih besar, yaitu masyarakat, kemudian kembali dalam sistem
sosial keluarga.
Keluarga juga merupakan subsistem (unit) kelembagaan terkecil dalam sistem
sosial yang lebih besar, seperti masyarakat, bangsa, dan Negara. Oleh karena
itu tidak berlebihan apabila ungkapan “Sumber kekuatan dan kesejahteraan suatu
bangsa adalah kekuatan dan kesejahteraan keluarga” (Hendi, Dkk. 2001: 5).
Untuk meningkatkan kesejahteraan dan kekuatan keluarga, diperlukan ilmu
pengetahuan tentang berbagai aspek yang menyangkut kehidupan keluarga, baik
pola interaksi antar individu dalam keluarga maupun pola interaksi keluarga
dalam keluarga maupun pola interaksi antar keluarga dalam sistem sosial yang
lebih besar (masyarakat).
Keluarga juga dipandang sebagai lembaga yang kuat daya tahannya karena
kemampuannya dalam mengendalikan individu secara terus-meneruss. Hal ini
penting mengingat setiap keluarga berfungsi sebagai pengantar pada masyarakat
besar dan penghubung pribadi-pribadi dengan struktur sosial yang lebih besar.
Kita pun menjadi manusia yang berkat adanya keluarga.
Dengan bertambah kompleksnya kebudayaan, bagaimana sesungguhnya peran
keluarga pada masa sekarang ini? dengan semakin kompleksnya kebudayaan akan
membawa perubahan pada keluarga. Perubahan itu akan membawa konsekuensi
terhadap hubungan antar anggota keluarga, hubungan keluarga dengan
lembaga-lembaga sosial lainnya, bentuk keluarga, ketahanan keluarga, fungsi
keluarga, peran anggota keluarga, dan sistem keluarga.
Dengan semakin kompleks permasalahn yang ada, juga dapat membawa perubahan pada keluarga. seperti perceraian. Ikatan
mempertalikan suami dan istri dalam perkawinan kadangkala rapuh dan bahkan
putus sehingga terjadi perpisahan atau bahkan perceraian. Dengan terjadinya
perceraian maka dengan sendirinya fungsi keluarga akan mengalami gangguan dan
pihak yang bercerai maupun anak-anak harus menyesuaikan diri dengan situasi
baru. Dengan demikian peningkatan angka perceraian dalam masyarakat pun membawa
peningkatan gaya hidup khas keluarga bercerai, seperti hidup sendiri menjanda
atau menduda, adanya anak yang harus hidup dengan salah satu orang tua saja,
dan bahkan mungkin hidup terpisah dengan saudara kandungnya yang lain (Kamanto,
2004:64).
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan
masalah yang kami angkat adalah pengertian dari single parent dan dampak dari
single parent.
1.3 Tujuan Umum
Makalah
ini saya untuk menambah wawasan kepada
mahasiswa terutama prodi DIII kebidanan dalam masalah kesehatan reproduksi pada
wanita dalam dimensi social yang berhubungan dengan single parent itu
sendiri.sehingga pembaca dalam makalah ini memahami single parent itu sendiri
dan dampak dari single parent itu sendiri.
1.4 Tujuan Khusus
Agar
pembaca memahami betul bagaimana kita sebagai bidan memahami bagaimana masalah
dan dampak yang di hadapi oleh seorang yang di katakana single parent itu
sendiri .
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Single parent adalah seorang ayah atau seorang ibu yang
memikul tugasnya sendiri sebagai kepala keluarga sekaligus ibu rumah tangga.
Orang tua tunggal atau biasa disebut dengan istilah single parent adalah orang
tua yang hanya terdiri dari satu orang saja, dimana didalam rumah tangga ia
berperan sebagai ibu dan juga berperan sebagai ayah. Saat ini keluarga orang
tua tunggal memiliki serangkaian masalah khusus. Hal ini disebabkan karena
hanya ada satu orang tua yang membesarkan anak. Bila diukur dengan angka
mungkin lebih sedikit sifat positif yang ada dalam diri suatu keluarga dengan
satu orang tua dibandingkan dengan keluarga dengan orang tua tunggal. Orang tua
tunggal ini menjadi lebih penting bagi anak dan perkembangannya karena orang
tua tunggal ini tidak mempunyai pasangan untuk saling menopang.
Pilihan untuk menjadi orang tua tunggal adalah pilhan yang
sangat berat, walaupun demikian daripada aborsi dan menambah beban dosa, mereka
lebih ikhlas menjadi oarng tua tunggal. Untuk iini mereka juga harus siap
menerima reaksi dari orang tua, keluarga dan dikucilkan entah untuk sementara
atau untuk selamanya. Belum lagi menjadi gunjingan maupun dicibirkan oleh
teman, tetangga maupun rekan kerja. Untuk menjalani semua itu dibutuhkan
kekuatan hati dan daya juang yang tinggi, termasuk mengikis perasaan dendam
kepada silelaki notabene ayah dari anaknya sendiri. Sedangkan bagi perempuan
yang sudah menikah siap atau tidak predikat janda dengan anak yang
disandangnya. Untuk menjadi orang tua tunggal itu tidaklah mudah
2.2 Penyebab Orang Tua Tunggal
Ada dua jenis kategori orang tua tunggal yaitu yang sama
sekali tidak pernah menikah dan sempat atau pernah menikah. Mereka menjadi
orang tua tunggal bisa saja disebabkan, karena ditinggal mati lebih awal oleh
pasangan hidupnya, ataupun akibat perceraian atau bisa juga ditinggal oleh sang
kekasih yang tidak mau bertanggung jawab atas perbuatannya, dan kebanyakan
terjadi dikalangan remaja yang terlibat dalam pergaulan bebas. Penyebab single
parent antara lain :
• Perceraian
• Kematian
• Kehamilan diluar
nikah
• Bagi seorang wanita atau laki-laki yang tidak mau menikah,
kemudian mengadopsi anak orang lain (majalah ayah bunda).
Seorang ibu dapat menjadi orang tua tunggal mungkin karena
kematian suaminya atau perceraian, dan beberapa ibu tentu tidak pernah menikah
lagi, termasuk mereka yang memilih memlih menjadi ibu tunggal. Saat ini
percerraian menjadi cara yang umum untuk menjadi orang tua tunggal. Ibu yang
bercerai lebih banyak mengalami kesulitan dalam masalah kekuasaan dan
kedisiplinan. Beberapa ibu menjelaskan tentang beratnya mengemban tugas
tersebut. Para ibu ini mulai terpaksa mulai bekerja diluar rumah untuk pertama
kalinya guna memenuhi kebutuhan keuangan keluarganya dengan gaji pertama yang
tidak begitu banyak. Beberapa diantaranya juga tidak dapat lagi menggantungkan
kebutuhan keuangan dan emosonalnya kemantan suaminya.
George Levinger mengambil 600 sampel pasangan suami-istri
yang mengajukan perceraian dan mereka paling sedikit mempunyai satu orang anak
di bawah usia 14 tahun. Levinger menyusun sejumlah kategori keluhan yang
diajukan, yaitu:
1. Pasangannya sering
mengabaikan kewajiban rumah tangga dan anak, seperti jarang pulang ke rumah,
tidak ada kepastian waktu berada di rumah, serta tidak adanya kedekatan
emosional dengan anak dan pasangan;
2. Masalah keuangan
(tidak cukupnya penghasilan yang diterima untuk menghidupi keluarga dan
kebutuhan rumah tangga);
3. Adanya penyiksaan
fisik terhadap pasangan;
4. Pasangannya sering
berteriak dan mengeluarkan kata-kata kasar serta menyakitkan;
5. Tidak setia,
seperti punya kekasih lain dan sering berzina dengan orang lain;
6. Sering mabuk dan
judi;
7. Ketidakcocokan
dalam melaksanakan hubungan seksual;
8. Keterlibatan/
campur tangan dan tekanan sosial dari pihak kerabat pasangannya;
9. Kecurigaan,
kecemburuan serta ketidakpercayaan dari pasangannya;
10. Berkurangnya
perasaan cinta sehingga jarang berkomunikasi, kurangnya perhatian dan
kebersamaan di antara pasangan;
11. Tuntutan yang
dianggap berlebihan sehingga pasangannya sering menjadi tidak sabar, tidak ada
toleransi dan dirasakan terlalu “menguasai”; (melalui Ihromi, 2004; 155).
2.3 Dampak orang tua tunggal terhadap kehidupan wanita termasuk reproduksi
Ibu yang bercerai ataupun wanita yang memutuskan untuk
menjadi ibu tunggal seringkali terlalu dibebani dengan masalah ekonomi, mereka
cenderung tidak memliki uang untuk menikmati hidup, dan tak bisa memikirkan
dirinya sendiri karena terlalu banyak pikiran yang tercurah untuk anak-anaknya.
Adapun dampak terhadap tarhadap reproduksinya yaitu kebutuhan seksual oarng tua
tunggal tidak terpenuhi, sehingga terkadang merka berfikir untuk mencari
pendamping hidup ataupun sekedar mmencari pelarian, namun adapula sebgian
wanita yang merasa trauma dengan lelaki sehingga mreka lebih cendrung menyukai
sesame jenisnya.
Banyak ibu tunggal saat ini belum pernah menikah.
Peningkatan jumlah perempuan menghabiskan 20-an mereka membangun diri dalam
karir mereka dan tidak serius keinginan anak-anak sampai mereka mencapai usia
30-an. Pada saat itu mereka mungkin merasa bahwa jika mereka menunggu sampai
mereka bertemu jodoh yang cocok, mungkin terlalu terlambat untuk melahirkan
anak. Ide memiliki anak di luar perkawinan juga menjadi lebih luas diterima
oleh wanita yang lebih muda.
Beberapa wanita yang memilih untuk ibu tanpa perkawinan
memilih untuk menjadi hamil dengan cara inseminasi buatan. Tetapi banyak
menemukan bahwa beberapa dokter tidak mau artifisial membuahi seorang wanita
yang belum menikah. Beberapa yang memilih inseminasi buatan benar-benar tidak
ingin menjadi emosional terlibat dengan ayah dari anak dan merasa ini akan
dihindari jika mereka tahu dia. Lainnya, terutama perempuan lesbian, memilih
inseminasi buatan hanya karena tidak memerlukan hubungan pribadi dengan pasangan
laki-laki. Yang lain ingin membesarkan anak sendiri dan takut bahwa jika mereka
tahu ayah, ia kemudian bisa membuat klaim pada anak.
Beberapa wanita yang menginginkan anak tanpa menikah memilih
mitra yang bersedia untuk ayah anak dengan tanpa pamrih. Lain setuju ayah
diakui akan terlibat dalam kehidupan anak walaupun orang tua tidak akan
menikah.
Apapun pilihan mereka, bagaimanapun, ibu-ibu ini bebas untuk
membesarkan anak-anak mereka sesuai dengan ide-ide mereka sendiri dan
nilai-nilai, dan mereka menuai banyak manfaat orangtua. Di sisi lain, mereka
melakukan tanggung jawab yang berat dan risiko kesepian pengasuhan tanpa mitra
dengan siapa untuk berbagi baik beban dan waktu yang baik. Untuk alasan ini,
dukungan kelompok untuk ibu tunggal tersebut telah mulai musim semi
up-setidaknya di beberapa kota besar (dan juga di Internet).
2.4 Peran Seks dalam Perkawinan
Seks memegang peran penting dalam sebuah perkawinan.
Pasangan suami-istri membutuhkan seks sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan
biologis mereka dan sarana untuk menghasilkan generasi baru. Berdasarkan
berbagai survei di Amerika, % dari perceraian yang terjadi diberikan kepada
wanita. Fenomena ini menggambarkan konsep/paradigma wanita dalam memandang arti
perkawinan yang lebih besar bagi mereka dari pada laki-laki, ketergantungan
mereka dan kepuasan untuk penyesuaian diri terhadap kehidupan itu sendiri
(Goode, 2004; 196).
Sebaliknya, terdapat satu pengembangan penelitian yang
menemukan bahwa para suami lebih sering melakukan perceraian. Argumentasinya
adalah hampir semua waktu, energi dan tenaga suami dihabiskan di luar rumahnya.
Kesempatan atau keadaan demikian membuka peluang kepada suami untuk terlibat
dalam tingkah laku yang rentan terhadap keharmonisan keluarganya. Suami boleh saja
menjalin banyak persahabatan dengan lawan jenisnya. Akibatnya, terjadi jarak
atau kurangnya keterikatan kepada rumahnya sebagaimana halnya, istrinya, dan
lebih banyak kemungkinan untuk memperoleh kegembiraan hiburan, dan juga
kesibukan di luar rumah. (Goode, 2004: 197).
Goode lebih lanjut menjelaskan bahwa norma-norma persamaan
hak modern, kelakuan sang suami itu mungkin membuat sang istri tidak bahagia.
Sementara, bagi sang suami, istrinya tidak mempunyai banyak kekuasaan/otoritas
untuk mengendalikan atau memaksanya agar mengikuti kemauannya. Sang istri pada
permulaan, sedikit kemungkinan menginginkan perceraian, sedangkan sang suami
kemungkinan merasa bersalah untuk menuntut hal itu. Hasilnya ialah bahwa
laki-laki mungkin mengembangkan pola tingkah laku yang menimbulkan celaan,
kutukan dan pelecehan bagi sang istri sebagai bagian dari memuncaknya
pertengkaran antar keduanya yaitu membuat dirinya tidak disukai, ia menimbulkan
dalam diri istrinya (dengan sengaja atau tidak) keinginan untuk memutuskan hubungan
perkawinan (2004; 197).
2.5 Dampak Perceraian terhadap Mantan
Pasangan Suami – Istri
Menurut Karim, konsekuensi utama yang ditanggung oleh mantan
pasangan suami-istri pasca perceraian adalah masalah penyesuaian kembali
terhadap peranan masing-masing serta hubungan dengan lingkungan sosial (social
relationship) (melalui Ihromi, 2004:156).
Goode mengamati proses penyesuaian kembali (readjustment)
dalam hal perubahan peran sebagai suami-istri dan memperoleh peran baru.
Perubahan lain adalah perubahan hubungan sosial ketika mereka bukan lagi
sebagai pasangan suami-istri. Penyesuaian kembali ini termasuk upaya mereka
yang bercerai untuk menjadi seseorang yang mempunyai hak dan kewajiban
individu, jadi tidak lagi sebagai mantan suami atau mantan istri (melalui
Karim, 2004:156).
Krantzler menyatakan perceraian bagi kebanyakan orang
dipandang sebagai masa transisi yang penuh kesedihan, artinya masyarakat atau
komunitas sekitar ikut berperan sebagai “wasit atau pengadilan” dalam menilai
perceraian itu sebagai sesuatu yang “tidak patut” (melalui Karim, 2004:157).
Waller menilai pasca perceraian sebagai masa yang kurang dan
hilang dalam kehidupan pasangan suami-istri yang bercerai. Seseorang pada masa
ini dilanda perasaan “ambivalen” antara melihat perceraian sebagai sesuatu yang
membahagiakan dan membebaskan dan munculnya rasa sedih mengenang kebersamaan
pada masa-masa indah dulu (melalui Karim, 2004:157). Sementara, Scanzoni dan
Scanzoni (lewat Karim) menilai setelah perceraian seseorang tidak perlu
bersedih dan tidak perlu menghampiri kembali mantan pasangannya. Alasannya
adalah perceraian itu sendiri menandakan rasa benci dan ketidaksenangan hidup
bersama lagi (melalui 2004:157).
Terdapat dua hal utama yang menjadi fokus pengamatan Goode
terhadap pasangan suami istri yang bercerai yaitu perubahan-perubahan yang
terjadi di dalam hubungan sosial di mana mereka bukan lagi sebagai pasangan
suami istri serta peran sebagai suami atau istri dan memperoleh peran baru
(2004: 165).
Mel Krantzler (lewat Ihromi 2004), seorang konsultan masalah
perceraian mengamati bahwa perceraian merupakan sebuah masa transisi yang penuh
kesedihan. Masa penuh kesedihan atau kedukaan apabila dikaitkan dengan
harapan-harapan masyarakat. Apabila masyarakat memandang perceraian sebagai
sesuatu yang “tidak patut”, maka dalam proses penyatuan kembali, seseorang akan
merasakan beratnya tantangan yang harus dihadapi karena perceraian.
Perceraian antara pasangan suami-istri menghasilkan dampak
lain yaitu masalah penyesuaian kembali terhadap peranan masing-masing serta
hubungan dengan lingkungan sosial (social relationship), (Goode lewat Ihromi,
2005: 156).
Scanzoni and Scanzoni kemudian membuat sintesa atas
konsep-konsep pemikiran Krantzler (lewat Ihroni 2004: 157) dalam tulisan
“creative Divorce”. Menurut Kranztler perceraian memberikan peluang kepada
seseorang untuk memperoleh pengalaman-pengalaman serta kreativitas baru guna
mengisi kehidupan menjadi lebih baik dan menyenangkan dari sebelumnya.
Krantzler berpendapat bahwa perceraian tidak harus diartikan sebagai kegagalan
yang membawa kesedihan bagi seseorang. Untuk menguatkan pandangannya, ia
mengutip tulisan Herman Hesse (penulis puisi dan novel) yang pernah mengalami
perceraian sebanyak dua kali yaitu “Be ready bravely and without remorse to fin
now light that old ties cannot give’”.
Scanzoni and Scanzoni (lewat Ihroni 2004) mengatakan pasca
perceraian seseorang tidak perlu bersedih dan tidak perlu mengharapkan kembali
mantan pasangannya. Alasannya adalah perceraian itu sendiri menandakan adanya
rasa benci dan tidak senang hidup bersama lagi. Perceraian tidak harus
ditangisi dan seseorang tidak perlu membenamkan dirinya dalam kesedihan atau
kedukaan secara berlebihan karena kehilangan banyak yang pernah dimilikinya dan
dirasakannya selama hidup bersama pasangannya. Scanzoni dan Scanzoni kembali
mendengarkan, mantan pasangan suami istri seyogyanya menyadari bawah
“kebersamaan” dan saling ketergantungan diantara mereka telah berakhir.
2.6 Masalah orang tua tunggal
Masalah utama bagi orang tua tunggal khususnya bagi wanita
yaitu pada masalah ekonomi, dan bagi pria mereka lebih cenderuung mengalami
kesulitan menjadi seorang ibu, yang tidak terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah
tangga. Bagi wanita yang bersatatus ibu tunggal, yang diakibatkan oleh pergaulan
bebas ataupun karena korban perkosaan, mereka cenderung sulit menerima
kehadiran anaknya, belum siap menerima kenyataan bahwa dirinya kini sudah
berstatus ibu, cibiran tetangga, dan masalah-masalah yang timbul selanjutnya
yang beerhubungan dengan status anaknya, bahkan mungkin pertanyaan anaknya yang
ingin mengetahui dimana ayah mereka.
Hal inilah yang membuat sebagian besar wanita mengalami
depresi yang menyandang sebagai ibu tunggal. Namun tidak semua pula para ibu
tunggal yang berfikiran seperti itu, misalnya salah satu selebriti papan atas
yang mengaku siap menjadi orang tua tunggal, dan siap menerima segala
konsekuensinya sebagai ibu tunggal dan baginya ia menikmati perannya sebagai
ibu walaupun tanpa adanya sesosok ayah untuk anaknya.
2.7 Penaggulangan orang tua tunggal
Orang tua tunggal bisa tetap bahagia menjalani hidup ini
dengan tetap menggunakan pendekatan yang positif. Dengan menjadikan hsl-hsl
ysng positif dalam hidup menjadi pemicunya, maka kebahagiaan tersebut juga bisa
didapatkan. Barikut ini beberapa hal yang bisa dilakukan oleh orang tua tunggal
agar tetap bisa bahagia :
· Focus pada
anak-anak. Jika anak-anak adalah pusat kehidupan anda, dengan sendirinya
anak-anak tersebuta akan menhetahui dan merespons apapun yang terjadi pada diri
orang tuanya.
· Mengenal diri
sendiri. Ini adalah waktu yang tepat untuk mengenal diri sendiri dan merasa
nyaman dengan kesendirian tinggalkan segala pikiran yang negative tentang
kesendidrian dan berlatihlah untuk merasa cukup nyaman dengan diri sendiri.
· Libatkan anak-anak
dalam mencerminkan peran orang tua yag hilang. Dalam hal ini bukan berarti
harus menemukan pengganti dari seorang ibu atau ayah, tapi bisa dengan membuata
anak dekat dengan paman, bibi atau kakek dan nenek untuk mengisi kekosongan
salah satu orang tua
· Biarkan anak-anak
tahu bahwa dirinya dapat melengkapkan hidup anda. Jika anda percaya bahwa anda
tetap bisa bertahan tanpa seorang laki-laki atau seorang perempuan disamping
anda maka anak-anakpun akan mempercayai itu. Karena anak adalah cerminan oleh
apa yang dirasakan oleh orang tuanya.
· Memahami bahwa anda
tidak bisa menjadi segalanya bagi anak-anak. Dengan memahami hal tersebut akan
membuat merasa tidak terlalu tertekan namun bukan berarti anak-anak tidak bisa
kasih saying yang sempurna. Kasih saying bisa didapatkan dari saudara atau
orang-orang terdekat anda.
2.8 Dampak Single Parent Dikaitkan
Dengan Fungsi Keluarga :
• Fungsi seksual
dan reproduksi
• Fungsi
sosialisasi
• Fungsi ekonomi
• Fungsi budaya
• Fungsi edukasi
• Fungsi agama
• Fungsi
perlindungan
2.9 Hal-Hal Yang Perlu Dilakukan Oleh Single Parent
1. Keterbukaan
Menyandang status
single parent (janda/duda) sebenarnya bukanlah suatu hal yang harus
ditutup-tutupi. Ketika masyarakat menilai status itu dengan prasangka negatif,
sebagian orang justru bisa menunjukan bahwa menjadi single parent justru bukan
sesuatu yang buruk.
2. Mengisi waktu
Sebagai manusia
biasa, kehilangan pasangan hidup bisa menimbulkan rasa kesepian, rasa
kesendirian yang mendalam biasanya muncul ketika dia sedang dilanda masalah.
3. Membuka diri untuk
masa depan
Berbagi cerita
dengan orang-orang yang bernasib sama adalah salah satu terapi yang bisa
dilakukan untuk mengurangi tekanan psikologis. Kegiatan ini juga dilakukan oleh
mereka yang tidak siap menjalani statusnya sebagai single parent (janda/duda).
Melalui komunitas berbagi ini mereka dapat membuka diri untuk pergaulan meski
tetap masih memilih-milih teman.
Adapun hal-Hal Yang
Harus Diperhatikan Oleh Single Parent Berkaitan Dengan Anaknya, antaralain :
· Selain berharap
ayah dan ibunya berumur panjang, anak-anak mengharapkan kedua orang tuanya itu
senantiasa hadir ditengah-tengah mereka.
· Terjadinya
kesepahaman antara suami dan isteri dalam berbagai hal yang berhungan dengan
kehidupan pribadi dapat berpengaruh pada diri anak.
· Terdapatnya sistem
dan aturan yang sama dalam membina rumah tangga dan mendidik anak bukan berarti
meniadakan sistem dan aturan yang lain.
· Tersedianya
berbagai perlengkapan rumah tangga tentunya untuk kehidupan yang wajar dan
tidak bermegah-megahan.
· Adanya rasa kasih
sayang yang bersumber dari keyakinan dan keimanan, inilah yang akan
mempersatukan suami dan isteri dengan anggota keluarga yang lain.
2.10 Dilema anak
Selain berbagi kiat cara menghadapi stigma sosial, komunitas
tersebut juga dapat saling memberikan masukan tentang bagaimana menjadi orang
tua tunggal, untuk selalu terbuka dengan anaknya dalam berbagai masalah. Dampak
bagi mental Anak
· Ketidakhadiran ayah
bagi anak perempuan tidak memberi dampak yang besar dibandingkan dengan
ketidakhadiran ayah pada anak laki-laki.
· Jangan mengevaluasi
anak dengan kata-kata yang negatif sehingga anak-anak kehilangan kepercayaan
diri.
· Libatkan dia dengan
lingkungan keluarga yang memiliki anak laki-laki dan izinkan dia untuk
mengambil keputusan atas nama dan untuk dirinya sendiri.
2.11 Dampak Single Parent Bagi Perkembangan Anak
· Tidak dapat
melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik sehingga anak kurang dapat
berinteraksi dengan lingkungan, menjadi minder dan menarik diri.
· Pada anak single
parent dengan ekonomi rendah, biasanya nutrisi tidak seimbang sehingga
menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan terganggu.
· Single parent
kurang dapat menanamkan adat istiadat dan murung dalam keluarga, sehingga anak
kurang dapat bersopan santun dan tidak meneruskan budaya keluarga, serta
mengakibatkan kenakalan karena adanya ketidakselarasan dalam keluarga.
· Dibidang
pendidikan, single parent sibuk untuk mencari nafkah sehingga pendidikan anak
kurang sempurna dan tidak optimal.
· Dasar pendidikan
agama pada anak single parent biasanya kurang sehingga anak jauh dari nilai
agama.
· Single parent
kurang bisa melindungi anaknya dari gangguan orang lain, dan bila dalam jangka
waktu lama, maka akan menimbulkan kecemasan pada anak atau gangguan psikologis
yang sangat berpengaruh pada perkembangan anak.
Ø Ciri Keluarga Single Parent yang Berhasil
a) Menerima tantangan yang ada
selaku single parent dan berusaha melakukan dengan sebaik-baiknya.
b) Pengasuhan anak merupakan
prioritas utama.
c) Disiplin diterapkan secara
konsisten dan demokratis, orang tua tidak kaku dan tidak longgar.
d) Menekankan pentingnya komunikasi
terbuka dan pengungkapan perasaan.
e) Mengakui kebutuhan untuk
melindungi anak-anaknya.
f) Membangun dan memelihara tradisi
dan ritual dalam keluarga.
g) Percaya diri selaku orang tua dan
independent.
h) Berwawasan luas dan beretika
positif.
i) Mampu mengelola waktu dan
kegiatan keluarga
2.12 Upaya penanggulangan masalah
Upaya
yang dapat dilakukan bidan untuk menanggulangi masalah yang terjadi pada single
parent adalah dengan memberikan konseling :
a. Manajement
waktu
Penentuan prioritas kegiatan dan
pengaturan jadwal kegiatan dalam tanggung jawab pemenuhan kebutuhan keluarga .
b.
Berfikir lebih positif dalam menanggapi masalah yang dihadapi dalam kehidupan
sehari-hari.
·
Mendekatkan
diri kepada tuhan yang maha esa dengan mengikuti kegiataan keagama’anyang di
selenggarakan .
·
Dukungan
ego (ego support ) .Wanita yang mengalami kelabilan emosi,akan mengalami setres
,down atau tidak bersemangat ketika mengalami masalah,oleh karna itu dukungan
dan perhatiaan seorang teman sahabat ataupun keluarga terdekat akan mampu
memberikan kekuatan moral dan semangat hidup untuk dapat mengatasi masalahnya
dengan sebaik-baiknya .
·
Bina
hubungan yang baik dengan mantan suami, keluarga mantan suami .dalam masa
perkembangan seorang anak membutuhkan figure orang tua yang
lengkap agar perkembangan anak dapat
berjalan dengan baik ,komunikasi antar anak dan ayah tetap harus di lakukan .
c. Memberikan Kegiatan Yang Positif.
Berbagai macam kegiatan yang dapat mendukung anakk untuk lebih bias
mengaktualisasi diri secara positif antara lain dengan penyaluran hobi, kursus
sehingga menghindari anak melakukan hal-hal negative.
d. Memberi Peluang
Anak Belajar Berperilaku Baik
Bertandang pada keluarga lain yang harmonis memberikan kesempatan bagi anak
untuk meneladani figure orang tua yang tidak di peroleh dalam lingkungan
keluarga sendiri
e. Dukungan Komunitas.
Bergabung
dalam club sesame keluarga dengan orang tua tunggal dapat memberikan dukungan
karena anak mempunyai banyak teman yang bernasib sama sehingga tidak merasa
sendirian.
2.13 Contoh kasus dan konseling yang diberikan
Ny t berumur 45 thun dan Tn P
berumur 53 tahun ,tuan P meninggal dengan usia 53 tahun .Tn P meninggalkan
seorang anak 3 .kakak pertama dan kakak kedua sudah menikah,anak ke 3 sekarang
berumur 21 tahun bernama A .sehingga Ny T menjadi single parent dan
menanggung semua beban dan menghidupi anak ketiga dan cucu dari pernikahan anak
pertama tadi .
Sekarang
Ny T menjadi seorang single parent sayangnya di mata masyrakat Ny T di pandang
rendah karena Ny T selalu berselingkuh dengan seseorang yang sudah beristri
,ketika di masyrakat dia sudah di cemooh atau mendapatka kecapan buruk sehingga
seorang anak dari Ny T tadi merasa malu akibat dari kelakuaan seorang ibu
yang sudah mendapatkan single parent .tetapi anak ketiga tadi sangat penurut
dan sayang kepada ibunya tersebut meskipun ibunya seperti itu .anak ketiga
tersebut juga sudah beradaptasi terhadap lingkungan dan keluarganya.sehingga
dia selalu membantu ibunya yang sekarang menjadi beban ganda .
Konseling
Konseling yang harus di berikan bidan kepada Px
Memberikan konseling kepada Ny T
agar lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang maha esa
Menguatkan iman agar tidak melakukan tindakan seperti itu
Jika memang psikologisnya
membutuhkan dukungan mental dari pasangan lebih baik menikah saja .
Meluangkan waktu terhadap
keluargannya terutama kepada anak laki-laki nya tersebut
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perkawinan adalah
ikatan batin antara pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga/ rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasar
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pernikahan didi
berisikoyang tinggi untuk mengalami kegagalan berupa ketidak bahagiaan maupun
perceraiaan,. Kehamilan pada pernikahan dini perlu di cegah, dengan mengikuti
keluarga berencana. Bila terjadi kehamilan maka perlu pemeriksaan kehamilan
secara teraturs sehingga dapat dilakukan pertolongan yang tepat.
Orang tua (ayah
& ibu) remaja berperan sangat penting untuk mencegah terjadinya pernikahan
dini anak-anak mereka.
3.2 Saran
Di
harapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam memberikan
pelayanan kebidanan dalam bidang kesehatan reproduksi dan dapat membantu klien
atau pasien menyelesaikan masalah atau memberi support .
DAFTAR PUSTAKA
Yanti, M.keb,(2011)kesehatan reproduksi.yogyakarta:pustaka
rihama
Widyastuti yani dkk,(2009).Kesehatan
reproduksi.yogyakarta:fitramaya
arifin andryansya.(2003).Pembinaaan kesehatan reproduksi
remaja.surabaya: yayasan mulia abadi.
Glasier anna,
gebbie ailsa.(2006)keluarga berencana dan kesehatan reproduksi.jakarta:penerbit
buku kedokteran EGC
0 komentar:
Posting Komentar